Minggu, Maret 24, 2013

Kasus Narkoba : Masyarakat Jangan Takut di Rehabilitasi

Masyarakat tidak perlu  takut direhabilitasi dan jangan takut di tangkap aparat karena mereka adalah pelaksana tugas yang kalau dilihat dalam Undang-undang Nomor 35/ Tahun 2009 yang diinginkan adalah humanisme dari Undang-undang Nomor 35/ Tahun 2009. “Bahwa masyarakat pengguna dan penyalahguna harusnya direhabilitasi secara medis dan sosial,” hal itu diungkapkan Direktur Paska Rehabilitasi Komponen Pemerintah Deputi Rehabilitasi BNN RI, Dominggus Sarambu dalam sambutannya pada acara Focus Group Discusion (FGD) dengan tema, Pecandu Direhabilitasi atau Dipenjara? Ditinjau dari Sudut Pandang Penyidikan’ yang digelar BNN Kota Kupang di Novanto Center, Senin (11/3).

Sarambu berharap dengan diskusi yang diselenggarakan ini mendapat wawasan pemahaman persepsi yang sama sehingga kita menjadi utusan Narkotika, organisasi dan lain sebagainya
sehingga menerima dan memaknai pertemuan ini bisa ditularkan dan bisa disampaikan kepada seluruh keluarga atau teman – teman.
Ia juga menegaskan  dengan FGD yang kita selenggarakan agar memberikan
penyegaran kepada kita bahwa jangan takut untuk direhabilitasi. Pada kesempatan itu, dr. Sarambu menyampaikan institusi penerima wajib lapor itu yang belum berjalan di NTT. Kita menunjuk beberapa sarana pelayanan pemerintah baik itu rumah sakit atau puskesmas tetapi masyarakat masih enggan pergi kesana. Kenapa?, mereka masih ada tahan was – was ketika saya pergi ke puskesmas mungkin data saya akan sampaikan kepada pihak kepolisian, pihak penyidik sehingga mereka takut menggunakan. Oleh karena itu, dengan saya menghadirkan diskusi FGD diharapkan pemahaman kita semua bisa sama dan teman – teman, keluarga atau
masyarakat tidak takut lagi untuk direhabilitasi.

Sementara, Alo Liliweri dalam pemaparannya menjelaskan, Kasus Narkoba sekarang menimbulkan dampak yang dibuat dengan kecemasan, di mana semua orang cemas dan kalau sekarang kemana-mana bukan takut pada narkoba, tetapi takut jangan-jangan tas atau dompet begitu lengah dimasukan barang.

“Kita setuju untuk rehab sepanjang, sesuai dengan aturan hukum yang berlaku bahwa orang ini dengan kondisi seperti ini dengan tingkat kesalahan seperti ini pantas direhab. Tetapi kalau secara hukum harus di penjara. Kita tidak bisa sayang masa depan orang untuk satu jenis kesalahan yang membahayakan begini banyak orang,” katanya.
Alo Liliweri  setuju rehabislitasi secara sosial kalau memang dipandang orang itu secara hukum atau apapun tingkat kesalahan atau tingkat kejahatan yang dilakukan, tapi proses itu disambut baik untuk mengembalikan seseorang yang masih mempunyai masa depan dan masih berpeluang untuk diperbaiki.


Badan Narkotika Nasional (BNN) perlu menciptakan program baru, program pengaktualisasian orang mati karena narkoba. Negara mengubah Undang-undang Nomor 22/1997 karena dianggap sudah tidak pas dan sudah tidak bisa bersaing dengan perkembangan kejahatan bidang narkoba. Kemudian negara mengubah dengan Undang-undang Nomor 35/2009 hanya dengan pertimbangan bahwa undang-undang yang lama sudah tidak bisa dipakai.

Karena, perkembangan kejahatan narkoba jauh lebih canggih dan jauh lebih cepat dari perkembangan dari apa yang ditulis dalam Undang-undang Nomor 22/1997.

“Bagi saya, BNN harus berpacu dengan programnya agar lebih cepat. Orang tidak takut masuk penjara karena narkoba karena logikanya sudah tidak lagi jalan atau kita tidak bisa mengajak dia untuk berbicara dalam konteks logika berpikir karena sel otaknya ada yang rusak.

Sehingga orang akan menjadi takut ketika yang diaktualisasikan ini adalah mati karena narkoba,” kata pengacara senior Kota Kupang, Marsel Radja pada Focus Group Discusion (FGD) dengan tema, Pecandu Direhabilitasi atau Dipenjara? Ditinjau dari Sudut Pandang Penyidikan’ yang digelar BNN Kota Kupang di Novanto Center, Senin (11/3).

FGD menampilkan tiga pemateri yakni dari akademisi yakni Alo Liliweri, dari Polri, Kompol Alber Neno serta dari pengacara, Marsel Radja.
Marsel Radja sebagai pemateri ketiga dalam pemaparannya menjelaskan, hukum di negara kita hukum yang rusak. Sebab, di dalam Undang-undang Nomor 35/2009 memberikan kewenangan penyidikan yang rancu.
Satu pasal mengatur dan memberikan kewenangan yang begitu super body kepada penyidik BNN. Tapi ada pasal yang lain yang mengakomodir penyidik Polri. Jadi, ada dua penyidik yakni penyidik Polri dan penyidik BNN.
“Kemudian, SPDP menurut KUHAP harus ke kejaksaan, tetapi menurut undang-undang, surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) itu ke BNN. Kita di tingkat pengacara juga sering berbantah-bantah soal kerancuan undang-undang ini.

Sebagai salah atu contoh yang barangkali saya akan pakai dengan istilah pembusukan hukum, yaitu Pasal 54 Undang-undang Nomor 35/2009 mengatakan bahwa pecandu narkotika wajib menjalani rehabilitasi. Ini imperatif,” katanya.

Sementara, Alo Liliweri dalam pemaparannya menjelaskan, Kasusu Narkoba sekarang menimbulkan dampak yang dibuat dengan kecemasan, di mana semua orang cemas dan kalau sekarang kemana-mana bukan takut pada narkoba, tetapi takut jangan-jangan tas atau dompet begitu lengah dimasukan barang.
“Kita setuju untuk rehab sepanjang, sesuai dengan aturan hukum yang berlaku bahwa orang ini dengan kondisi seperti ini dengan tingkat kesalahan seperti ini pantas direhab. Tetapi kalau secara hukum harus di penjara, penjara. Kita tidak bisa sayang masa depan orang untuk satu jenis kesalahan yang membahayakan begini banyak orang,” katanya.

Ia setuju rehabislitasi secara sosial kalau memang dipandang orang itu secara hukum atau apapun tingkat kesalahan atau tingkat kejahatan yang dilakukan, tapi proses itu disambut baik untuk mengembalikan seseorang yang masih mempunyai masa depan dan masih berpeluang untuk diperbaiki.

Pemateri dari Polri, Kompol Albert Neno mewakili Direktur Narkoba Polda NTT dalam pemaparannya menjelaskan, dari pengalaman dari bertugas bagaimana orang mengalami sakit karena menggunakan narkotika. “Dari hasil pengungkapan-pengungkapan kita bisa berbicara fakta. Dari situ kita lihat bagaimana orang ini mengalami kesulitan dan penderitaan yang begitu luar biasa,” katanya.

Sebelumnya, Direktur Paska Rehabilitasi Komponen Pemerintah Deputi Rehabilitasi BNN RI, Dominggus Sarambu dalam sambutannya meminta agar masyarakat tidak takut direhabilitasi dan jangan takut di tangkap aparat karena mereka adalah pelaksana tugas yang kalau dilihat dalam Undang-undang Nomor 35/2009 yang diinginkan adalah humanisme dari Undang-undang Nomor 35/2009. “Bahwa masyarakat pengguna dan penyalahguna harusnya direhabilitasi secara medis dan sosial,” ungkapnya.

Hadir pada kesempatan itu, Kepala BNN Kota Kupang, Martha Salendang, Direktur Novanto Center, Muhammad Ansor, Lurah Bakunase, Lurah Bakunase 2, wakil Pemkot Kupang, mahasiswa, tokoh pemuda, dua orang eks rehab serta para Jurnlis.

Demikian Rusydi Saleh Maga Reporter Sahabat Melaporkan

ALAMAT KAMI

Jalan

Timor Raya Km.16

Kelurahan/Desa

Noelbaki

Kecamatan

Kupang Tengah

Kab/Kota

Kupang

Kode Pos:

Provinsi

Nusa Tenggara Timur

Nomor telepon

0380-8044556

Fax 0380-8551017

Email

sahabatnew@yahoo.com

ON AIR LINE

03808044556 (TELP)

Peta User Yang sedang Online Di Sahabat FM