Masyarakat tidak perlu takut direhabilitasi dan jangan takut di
tangkap aparat karena mereka adalah pelaksana tugas yang kalau dilihat dalam
Undang-undang Nomor 35/ Tahun 2009 yang diinginkan adalah humanisme dari Undang-undang
Nomor 35/ Tahun 2009. “Bahwa masyarakat pengguna dan penyalahguna harusnya
direhabilitasi secara medis dan sosial,” hal itu diungkapkan Direktur Paska
Rehabilitasi Komponen Pemerintah Deputi Rehabilitasi BNN RI, Dominggus Sarambu
dalam sambutannya pada acara Focus Group Discusion (FGD) dengan tema, Pecandu
Direhabilitasi atau Dipenjara? Ditinjau dari Sudut Pandang Penyidikan’ yang
digelar BNN Kota Kupang di Novanto Center, Senin (11/3).
Sarambu
berharap dengan diskusi yang diselenggarakan ini mendapat wawasan pemahaman
persepsi yang sama sehingga kita menjadi utusan Narkotika, organisasi dan lain
sebagainya
sehingga menerima dan memaknai pertemuan ini bisa ditularkan dan bisa
disampaikan kepada seluruh keluarga atau teman – teman.
Ia juga menegaskan dengan FGD yang kita
selenggarakan agar memberikan
penyegaran kepada kita bahwa jangan takut untuk direhabilitasi. Pada kesempatan
itu, dr. Sarambu menyampaikan institusi penerima wajib lapor itu yang belum
berjalan di NTT. Kita menunjuk beberapa sarana pelayanan pemerintah baik itu
rumah sakit atau puskesmas tetapi masyarakat masih enggan pergi kesana.
Kenapa?, mereka masih ada tahan was – was ketika saya pergi ke puskesmas
mungkin data saya akan sampaikan kepada pihak kepolisian, pihak penyidik
sehingga mereka takut menggunakan. Oleh karena itu, dengan saya menghadirkan
diskusi FGD diharapkan pemahaman kita semua bisa sama dan teman – teman,
keluarga atau
masyarakat tidak takut lagi untuk direhabilitasi.
Sementara,
Alo Liliweri dalam pemaparannya menjelaskan, Kasus Narkoba sekarang menimbulkan
dampak yang dibuat dengan kecemasan, di mana semua orang cemas dan kalau
sekarang kemana-mana bukan takut pada narkoba, tetapi takut jangan-jangan tas
atau dompet begitu lengah dimasukan barang.
“Kita setuju untuk rehab sepanjang, sesuai dengan aturan hukum yang berlaku
bahwa orang ini dengan kondisi seperti ini dengan tingkat kesalahan seperti ini
pantas direhab. Tetapi kalau secara hukum harus di penjara. Kita tidak bisa
sayang masa depan orang untuk satu jenis kesalahan yang membahayakan begini banyak
orang,” katanya.
Alo
Liliweri setuju rehabislitasi secara
sosial kalau memang dipandang orang itu secara hukum atau apapun tingkat
kesalahan atau tingkat kejahatan yang dilakukan, tapi proses itu disambut baik
untuk mengembalikan seseorang yang masih mempunyai masa depan dan masih
berpeluang untuk diperbaiki.
Badan
Narkotika Nasional (BNN) perlu menciptakan program baru, program
pengaktualisasian orang mati karena narkoba. Negara mengubah Undang-undang
Nomor 22/1997 karena dianggap sudah tidak pas dan sudah tidak bisa bersaing
dengan perkembangan kejahatan bidang narkoba. Kemudian negara mengubah dengan
Undang-undang Nomor 35/2009 hanya dengan pertimbangan bahwa undang-undang yang
lama sudah tidak bisa dipakai.
Karena, perkembangan kejahatan narkoba jauh lebih canggih dan jauh lebih cepat
dari perkembangan dari apa yang ditulis dalam Undang-undang Nomor 22/1997.
“Bagi saya, BNN harus berpacu dengan programnya agar lebih cepat. Orang tidak
takut masuk penjara karena narkoba karena logikanya sudah tidak lagi jalan atau
kita tidak bisa mengajak dia untuk berbicara dalam konteks logika berpikir
karena sel otaknya ada yang rusak.
Sehingga orang akan menjadi takut ketika yang diaktualisasikan ini adalah mati
karena narkoba,” kata pengacara senior Kota Kupang, Marsel Radja pada Focus
Group Discusion (FGD) dengan tema, Pecandu Direhabilitasi atau Dipenjara?
Ditinjau dari Sudut Pandang Penyidikan’ yang digelar BNN Kota Kupang di Novanto
Center, Senin (11/3).
FGD menampilkan tiga pemateri yakni dari akademisi yakni Alo Liliweri, dari
Polri, Kompol Alber Neno serta dari pengacara, Marsel Radja.
Marsel Radja sebagai pemateri ketiga dalam pemaparannya menjelaskan, hukum di
negara kita hukum yang rusak. Sebab, di dalam Undang-undang Nomor 35/2009
memberikan kewenangan penyidikan yang rancu.
Satu pasal mengatur dan memberikan kewenangan yang begitu super body kepada
penyidik BNN. Tapi ada pasal yang lain yang mengakomodir penyidik Polri. Jadi,
ada dua penyidik yakni penyidik Polri dan penyidik BNN.
“Kemudian, SPDP menurut KUHAP harus ke kejaksaan, tetapi menurut undang-undang,
surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) itu ke BNN. Kita di tingkat
pengacara juga sering berbantah-bantah soal kerancuan undang-undang ini.
Sebagai salah atu contoh yang barangkali saya akan pakai dengan istilah
pembusukan hukum, yaitu Pasal 54 Undang-undang Nomor 35/2009 mengatakan bahwa
pecandu narkotika wajib menjalani rehabilitasi. Ini imperatif,” katanya.
Sementara, Alo Liliweri dalam pemaparannya menjelaskan, Kasusu Narkoba sekarang
menimbulkan dampak yang dibuat dengan kecemasan, di mana semua orang cemas dan
kalau sekarang kemana-mana bukan takut pada narkoba, tetapi takut jangan-jangan
tas atau dompet begitu lengah dimasukan barang.
“Kita setuju untuk rehab sepanjang, sesuai dengan aturan hukum yang berlaku
bahwa orang ini dengan kondisi seperti ini dengan tingkat kesalahan seperti ini
pantas direhab. Tetapi kalau secara hukum harus di penjara, penjara. Kita tidak
bisa sayang masa depan orang untuk satu jenis kesalahan yang membahayakan
begini banyak orang,” katanya.
Ia setuju rehabislitasi secara sosial kalau memang dipandang orang itu secara
hukum atau apapun tingkat kesalahan atau tingkat kejahatan yang dilakukan, tapi
proses itu disambut baik untuk mengembalikan seseorang yang masih mempunyai
masa depan dan masih berpeluang untuk diperbaiki.
Pemateri dari Polri, Kompol Albert Neno mewakili Direktur Narkoba Polda NTT
dalam pemaparannya menjelaskan, dari pengalaman dari bertugas bagaimana orang
mengalami sakit karena menggunakan narkotika. “Dari hasil
pengungkapan-pengungkapan kita bisa berbicara fakta. Dari situ kita lihat
bagaimana orang ini mengalami kesulitan dan penderitaan yang begitu luar
biasa,” katanya.
Sebelumnya, Direktur Paska Rehabilitasi Komponen Pemerintah Deputi Rehabilitasi
BNN RI, Dominggus Sarambu dalam sambutannya meminta agar masyarakat tidak takut
direhabilitasi dan jangan takut di tangkap aparat karena mereka adalah
pelaksana tugas yang kalau dilihat dalam Undang-undang Nomor 35/2009 yang diinginkan
adalah humanisme dari Undang-undang Nomor 35/2009. “Bahwa masyarakat pengguna
dan penyalahguna harusnya direhabilitasi secara medis dan sosial,” ungkapnya.
Hadir pada kesempatan itu, Kepala BNN Kota Kupang, Martha Salendang, Direktur
Novanto Center, Muhammad Ansor, Lurah Bakunase, Lurah Bakunase 2, wakil Pemkot
Kupang, mahasiswa, tokoh pemuda, dua orang eks rehab serta para Jurnlis.
Demikian
Rusydi Saleh Maga Reporter Sahabat Melaporkan
|